Kita tentu sama-sama mengethui bahwa pada saat sekarang ini sudah tidak diperbolehkan kembali memajang aktifitas orang yang sedang merokok pada sebuah Iklan Rokok. Karena hal tersebut melanggar Etika Periklanan yang telah disepakati oleh beberapa Instansi Pemerintah yang terkait. Lalu kalau kita masih bingung, Instansi siapa ?, lalu aturan yang mana ?, maka Anda bisa membaca aturan tersebut yang sudah ditetapkan oleh Instansi yang terkait tersebut.
ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI)(Disepakati
Organisasi Periklanan dan Media Massa, 2005). Berikut ini kutipan
beberapa etika periklanan yang terdapat dalam kitab EPI.
Tata Krama Isi Iklan
1. Hak Cipta: Penggunaan materi yang bukan milik sendiri, harus atas ijin tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
2. Bahasa: (a) Iklan
harus disajikan dalam bahasa yang bisa dipahami oleh khalayak
sasarannya, dan tidak menggunakan persandian (enkripsi) yang dapat
menimbulkan penafsiran selain dari yang dimaksudkan oleh perancang pesan
iklan tersebut. (b) Tidak boleh menggunakan kata-kata superlatif
seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”, atau kata-kata berawalan “ter“.
(c) Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli” untuk menyatakan sesuatu
kandungan harus dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari
otoritas terkait atau sumber yang otentik. (d) Penggunaan kata ”halal”
dalam iklan hanya dapat dilakukan oleh produk-produk yang sudah
memperoleh sertifikat resmi dari Majelis Ulama Indonesia, atau lembaga
yang berwenang.
3. Tanda Asteris (*): (a) Tanda
asteris tidak boleh digunakan untuk menyembunyikan, menyesatkan,
membingungkan atau membohongi khalayak tentang kualitas, kinerja, atau
harga sebenarnya dari produk yang diiklankan, ataupun tentang
ketidaktersediaan sesuatu produk. (b) Tanda asteris hanya boleh
digunakan untuk memberi penjelasan lebih rinci atau sumber dari sesuatu
pernyataan yang bertanda tersebut.
4. Penggunaan Kata ”Satu-satunya”: Iklan
tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna
sama, tanpa secara khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut
menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus dapat dibuktikan dan
dipertanggungjawabkan.
5. Pemakaian Kata “Gratis”: Kata
“gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak boleh dicantumkan
dalam iklan, bila ternyata konsumen harus membayar biaya lain. Biaya
pengiriman yang dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan dengan
jelas.
6. Pencantum Harga: Jika
harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan, maka ia harus ditampakkan
dengan jelas, sehingga konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya
dengan harga tersebut.
7. Garansi: Jika
suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan atas mutu suatu produk,
maka dasar-dasar jaminannya harus dapat dipertanggung- jawabkan.
8. Janji Pengembalian Uang (warranty): (a)
Syarat-syarat pengembalian uang tersebut harus dinyatakan secara jelas
dan lengkap, antara lain jenis kerusakan atau kekurangan yang dijamin,
dan jangka waktu berlakunya pengembalian uang. (b) Pengiklan wajib
mengembalikan uang konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
9. Rasa Takut dan Takhayul: Iklan
tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan rasa takut, maupun
memanfaatkan kepercayaan orang terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan
positif.
10. Kekerasan: Iklan
tidak boleh – langsung maupun tidak langsung -menampilkan adegan
kekerasan yang merangsang atau memberi kesan membenarkan terjadinya
tindakan kekerasan.
11. Keselamatan: Iklan
tidak boleh menampilkan adegan yang mengabaikan segi-segi keselamatan,
utamanya jika ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
12. Perlindungan Hak-hak Pribadi: Iklan
tidak boleh menampilkan atau melibatkan seseorang tanpa terlebih dahulu
memperoleh persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam penampilan
yang bersifat massal, atau sekadar sebagai latar, sepanjang penampilan
tersebut tidak merugikan yang bersangkutan.
13. Hiperbolisasi: Boleh
dilakukan sepanjang ia semata-mata dimaksudkan sebagai penarik
perhatian atau humor yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak
masuk akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari khalayak yang
disasarnya.
14. Waktu Tenggang (elapse time): Iklan
yang menampilkan adegan hasil atau efek dari penggunaan produk dalam
jangka waktu tertentu, harus jelas mengungkapkan memadainya rentang
waktu tersebut.
15. Penampilan Pangan: Iklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan, pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain terhadap makanan atau minuman.
16. Penampilan Uang: (a)
Penampilan dan perlakuan terhadap uang dalam iklan haruslah sesuai
dengan norma-norma kepatutan, dalam pengertian tidak mengesankan
pemujaan ataupun pelecehan yang berlebihan. (b) Iklan tidak boleh
menampilkan uang sedemikian rupa sehingga merangsang orang untuk
memperolehnya dengan cara-cara yang tidak sah. (c) Iklan pada media
cetak tidak boleh menampilkan uang dalam format frontal dan skala 1:1,
berwarna ataupun hitam-putih. (d) Penampilan uang pada media visual
harus disertai dengan tanda “specimen” yang dapat terlihat Jelas.
17. Kesaksian Konsumen (testimony): (a)
Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan atas nama perorangan, bukan
mewakili lembaga, kelompok, golongan, atau masyarakat luas. (b)
Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami,
tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya. (c) Kesaksian konsumen harus
dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis yang ditanda tangani oleh
konsumen tersebut. (d) Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika
diminta oleh lembaga penegak etika, harus dapat diberikan secara
lengkap. Pemberi kesaksian pun harus dapat dihubungi pada hari dan jam
kantor biasa.
18. Anjuran (endorsement): (a)
Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan harus terkait dengan
kompetensi yang dimiliki oleh penganjur. (b) Pemberian anjuran hanya
dapat dilakukan oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili lembaga,
kelompok, golongan, atau masyarakat luas.
19. Perbandingan: (a)
Perbandingan langsung dapat dilakukan, namun hanya terhadap aspek-aspek
teknis produk, dan dengan kriteria yang tepat sama. (b) Jika
perbandingan langsung menampilkan data riset, maka metodologi, sumber
dan waktu penelitiannya harus diungkapkan secara jelas. Pengggunaan data
riset tersebut harus sudah memperoleh persetujuan atau verifikasi dari
organisasi penyelenggara riset tersebut. (c) Perbandingan tak langsung
harus didasarkan pada kriteria yang tidak menyesatkan khalayak.
20. Perbandingan Harga: Hanya
dapat dilakukan terhadap efisiensi dan kemanfaatan penggunaan produk,
dan harus diserta dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
21. Merendahkan: Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara langsung maupun tidak langsung.
22. Peniruan: (a)
Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk pesaing sedemikian
rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun menyesatkan
atau membingungkan khalayak. Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar,
konsep atau alur cerita, setting, komposisi musik maupun eksekusi. Dalam
pengertian eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk merek, logo, judul
atau subjudul, slogan, komposisi huruf dan gambar, komposisi musik baik
melodi maupun lirik, ikon atau atribut khas lain, dan properti. (b)
Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas yang telah lebih dulu
digunakan oleh sesuatu iklan produk pesaing dan masih digunakan hingga
kurun dua tahun terakhir.
23. Istilah Ilmiah dan Statistik: Iklan
tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah dan statistik untuk
menyesatkan khalayak, atau menciptakan kesan yang berlebihan.
24. Ketiadaan Produk: Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
25. Ketaktersediaan Hadiah: Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
26. Pornografi dan Pornoaksi: Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan atau alasan apa pun.
27. Khalayak Anak-anak: (a)
Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan
hal-hal yang dapat mengganggu atau merusak jasmani dan rohani mereka,
memanfaatkan kemudahpercayaan, kekurangpengalaman, atau kepolosan
mereka. (b) Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil pada segmen
waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan,
aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas, dan atau dialog yang sulit
wajib mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang
bermakna sama.
Selain mengatur Tata Krama Isi Iklan epi juga mengatur:
Tata Krama Ragam Iklan
Ex:
Iklan minuman keras maupun gerainya hanya boleh disiarkan di media
nonmassa; Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media periklanan yang
sasaran utama khalayaknya berusia di bawah 17 tahun; dll.
Tata Krama Pemeran Iklan
Ex:
Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang
berbahaya ; Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi, mengobyekkan,
atau mengornamenkan perempuansehingga memberi kesan yang merendahkan
kodrat, harkat, dan martabat mereka; dll.
Tata Krama Wahana Iklan
Ex:
Iklan untuk berlangganan apa pun melalui SMS harus juga mencantumkan
cara untuk berhenti berlangganan secara jelas, mudah dan cepat;
Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa hanya boleh disiarkan mulai
pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu setempat, dll.
IKLAN “BUILD IN” DARI SUDUT PANDANG ETIKA
Kenapa dengan “Build-in”?
- Kasus iklan “build-in” memang sangat menarik. Satu hal yang pasti, strategi ini memang membuat proses penanyangan iklan menjadi jauh lebih singkat karena tidak ada proses produksi iklan (cukup dalam bentuk teks/brief saja) dan segala “tetek-bengek” di belakangnya (persetujuan atas ide dan eksekusi iklan, lay-out/story- board, tes via FGD dlsb), tidak ada proses sensor (via LSF unt. iklan TV) bahkan tidak perlu melaporkan ke BPOM untuk produk obat-obatan yang sebenarnya diwajibkan untuk melaporkan iklan/kampanyenya terlebih dahulu.
- Kondisi ‘singkat-mudah- murah’ ini justru wajib kita cermati dengan hati-hati sekali karena akan muncul peluang yang relatif jauh lebih besar untuk terjadinya pelanggaran- pelanggaran etika di sini. Kuncinya ada di tangan produser dari program-program TV/radio yg disponsori tsb.
- Produser program harus memahami dengan benar etika beriklan dari suatu produk dan tidak semata-mata berorientasi finansial saja. Pihak produsen/pengiklan (dan media agencynya, bila brief untuk kampanye “build-in” ini datang darinya) juga harus benar-benar memahami apa saja resiko yang dihadapinya dgn melakukan proses ‘short-cut’ (dgn melakukan strategi “build-in” campaign) atas proses promosi produknya.
Kitab
EPI sudah mengantisipasi hal ini dan sudah mencantumkan beberapa pasal
yang mengatur iklan-iklan “build-in” khususnya di media Radio/Televisi
(media elektronik):
- Prinsip yang digunakan adalah (sama dengan prinsip iklan advertorial pada media cetak); iklan harus dapat dibedakan dengan suatu berita atau isi program.
- Secara etika, kalau suatu iklan ditayangkan dalam format adlibs, maka si penyiar/pembawa acara harus memberikan pengantar sebelumnya bahwa informasi yang akan dibacakan berikutnya adalah suatu iklan.
- Dari sudut pandang EPI, suatu kampanye “build-in” suatu produk adalah sah-sah saja selama pemirsa/konsumen mendapatkan informasi yang jelas bahwa suatu bagian dari program tsb. adalah sponsor/kampanye dari suatu produk/jasa dan tidak dengan disengaja disamarkan dan/atau digabungkan dalam suatu program siaran.
- Bila program itu berupa film (misalnya sinetron), untuk menghindari kesan “aneh” bila tiba2 aktor/aktrisnya harus mengatakan suatu dialog yg berhubungan dengan sponsorship tertentu, maka minimal dalam credit title di akhir film tsb. hal ini bisa dicantumkan.
- Produk apapun juga yang menggunakan strategi berkampanye “build-in” seharusnya tetap mematuhi aturan/etika mengenai iklan produk/kategori produk tsb. Dalam kasus di atas, benar adanya bahwa untuk iklan obat-obatan (juga kosmetik dan produk-produk lainnya yang efeknya membutuhkan waktu tertentu), tidak diperkenankan memberikan kesan mempunyai dampak seketika.
- Iklan/kampanye produk obat-obatan juga diwajibkan mencantumkan “warning”: Baca Aturan Pakai dst. selain juga diwajibkan mencantumkan nama produsennya. Dalam suatu kampanye “build-in” petunjuk dan informasi ini juga wajib diucapkan oleh penyiar/pembawa acara.
- Bila produk yang akan ditampilkan dalam bentuk “build-in” itu adalah iklan rokok atau produk yg ditujukan khusus bagi individu dewasa (“intimate product”), maka dianjurkan agar pemunculan program tsb adalah di atas pk. 21.30. Produk rokok juga diwajibkan mencantumkan/ menyebutkan “warning” sesuai aturan pemerintah.
MENELAAH KASUS IKLAN BERMASALAH
- Mahasiswa mencari contoh iklan bermasalah (satu mahasiswa satu iklan: dari media cetak sertakan copynya, bila dari televisi sebutkan iklan apa dan buat sinopsis iklannya).
- Kemudian telaah/ komentari sesuai dengan materi etika periklanan (minimal satu halaman spasi satu)
- Dikumpulkan pertemuan berikutnya.
BAHAN BAKU:
- Badan Usaha PERSATUAN PERUSAHAAN PERIKLANAN INDONESIA (PPPI)
Jl. Kebon Sirih No. 32-34
(021)3504607 - 3843837
Fax : 3843837
Bisnis : Business Association
Fabian Studio -